2 Okt 2013

laporan DO (Dissolved Oxygen) praktikum pengantar oseanografi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbagai sumber air yang dipergunakan untuk keperluan hidup dan kehidupan dapat tercemar oleh berbagai sumber pencemaran. Limbah dari makhluk hidup, sepertimanusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan dapat menjadi penyumbang pencemaran terhadapair yang akan dipergunakan, baik untuk keperluan makhluk hidup maupun untuk keperluan kehidupan yang lain. Keberadaan Zat-zat beracun atau muatan bahan organik yang berlebih akan menimbulkan gangguan terhadap kualitas air. Keadaan ini akan menyebabkan oksigenterlarut dalam air berada pada kondisi yang kritis, atau merusak kadar kimia air.Rusaknya kadar kimia air tersebut akan berpengaruh terhadap fungsi dari air (Aria, P. 2009).
Diketahui bahwa oksigen memegang peranan penting sebagaiindikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi danreduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan kegiatanbiologis yang dilakukan oleh organisme aerobic atau anaerobik. Sebagai pengoksidasidan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalammenguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dantidak beracun (Fauziah, I. 2010).
Sumber oksigen dilautan antara lain dapat diperoleh secara langsung dari atmosfer melalui proses difusi dan melalui biota berklorofil yang  mampu berfotosintesis. Disamping itu juga terdapat faktor yang menyebabkan berkurangnya oksigen dalam air laut yaitu karena respirasi biota, dekomposisi bahan organik dan pelepasan oksigen ke udara. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia yang sering digunakan yaitu DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biochemical Oxygen Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demad) (Nontji, 2009 : 24)
DO air laut merupakan gas terlarut yang penting, khususnya dalam proses metabolisme. Faktor yang menentukan konsentrasi DO di laut adalah proses fotosintesis dan respirasi, pertukaran udara dengan  dipermukaan laut. Hal ini dilakukan secara difusi. DO (Dissolved Oxygen) atau oksigen terlarut juga dapat dijadiakn salah satu indikator apakah di perairan tersebut tercemar atau tidak. Distribusi DO secara vertikal dipengaruhi  oleh gerakan air, proses kehidupan di laut, dan secara kimia oksigen dipakai untuk respirasi, yaitu proses penguraian zat-zat organik yang membutuhkan oksigen (Supangat, 2000: 57).
Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Oksigen terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi . Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Anonim, 2009: 1).
1.2. Tujuan
  1. Mengetahui komposisi kimia air laut dan metode pengambilan sampel.
  2. Mampu melakukan cara pengambilan contoh air laut dan mngkaitkannya dengan prosedur baku.
  3. Bisa mengerti apa itu DO dan untuk apa diukurnya DO.
1.3. Manfaat
1.      Mengetahui komposisi kimia apa saja yang terkandung dalam air laut, terutama kadar oksigen yang ada dalam air.
2.      Mengetahui metode pengambilan sampel.
3.      Mengetahui pengertian DO dan tujuan di ukurnya DO.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air (Illahude, 1999: 36).
Oksigen terlarut (dissolved oxygen, disingkat DO) atau sering juga disebut dengan kebutuhan oksigen (Oxygen demand) merupakan salah satu parameter penting dalam analisis kualitas air. Nilai DO yang biasanya diukur dalam bentuk konsentrasi ini menunjukan jumlah oksigen (O2) yang tersedia dalam suatu badan air. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air tersebut memiliki kualitas yang bagus. Sebaliknya jika nilai DO rendah, dapat diketahui bahwa air tersebut telah tercemar. Pengukuran DO juga bertujuan melihat sejauh mana badan air mampu menampung biota air seperti ikan dan mikroorganisme. Selain itu kemampuan air untuk membersihkan pencemaran juga ditentukan oleh banyaknya oksigen dalam air. Oleh sebab pengukuran parameter ini sangat dianjurkan disamping paramter lain yang sering digunakan seperti BOD dan COD dalam suatu perairan (Hutabarat dan Evans, 2006: 67).
Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana. Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan kandungan dalam air. Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku, maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut. Keadaan demikian merupakan pencemaran berat pada air (Anonim, 2009: 1).
Umumnya air mengandung 4-6 ppm oksigen, air pegunungan dapat mengandung sampai 8 ppm oksigen. Dengan kemajuan teknologi Jerman sekarang ini memungkinkan untuk meningkatkan kandungan oksigen di air sampai dengan 80 ppm. Pada kondisi normal, oksigen yang kita hirup dari udara diserap oleh alveoli paru-paru. Namun pada keadaan hipoksia (kekurangan oksigen), tubuh manusia berkemampuan menangkap oksigen dari pencernaan secara difusi. Hal ini dikemukakan oleh Prof. Dr. Pakdaman M.D. yang mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh mengkonsumsi air beroksigen tinggi di dalam darah.  Beliau memgemukakan bahwa tekanan parsial oksigen di dalam darah (pO2) merupakan parameter yang penting yang menentukan kandungan oksigen di dalam darah. Penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan tekanan parsial oksigen di dalam darah setelah minum air minum beroksigen tinggi (Nontji, 2002: 92).
DO atau kadar oksigen terlarut menyatakan kandungan oksigen di dalam air. Kemampuan air dalam melarutkan oksigen sangat tergantung pada suhu air, tekanan gas oksigen dan kemurnian air. Terapi pemberian oksigen melalui saluran pernafasan (dihirup melalui hidung) Bagian per sejuta. Merupakan satuan jumlah yang sangat kecil. 1ppm = 1 bagian / 1.000.000 jadi air yang mengandung oksigen 80ppm = 80 miligram oksigen dalam 1 liter air (Ridwan, 2006: 56).
Merupakan metode yang sangat efektif untuk membuat air minum. Proses ini dapat mengurangi jumlah bahan-bahan organik, inorganik, bakteri dan partikel-partikel yang banyak megkontaminasi air. Proses reverse osmosis berdasarkan pada proses osmosis yang melibatkan perpindahan air secara selektif dari satu sisi ke sisi lain di membran. Tekanan diberikan untuk mendorong air melewati membran, sedangkan kontaminan tidak dapat melewati membran sehingga air yang lebih murni berkumpul pada satu sisi (Supangat, 2000: 57).
Salah satu jenis terapi inhalasi oksigen. Terapi ini merupakan pemberian oksigen dengan tekanan lebih tinggi dari tekanan udara normal (1 atm). Terapi ini dilakukan dalam ruangan khusus dan harus diawasi oleh tenaga ahli karena jika salah penanganan dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Ridwan, 2006: 98).
Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air yang paling kritis pada budidaya ikan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam kolam selalu mengalami perubahan dalam sehari semalam oleh karena itu, pengelola kolam ikan harus selalu mengetahui atau memantau perubahan konsentrasi oksigen terlarut di dalam kolamnya. Sumber utama oksigen, terlarut dalam air adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis biota yang berklorofil yang hidup di dalam perairan, Kecepatan difusi oksigen ke dalam air sangat lambat Oleh karena itu, Fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut dalam perairan (Supangat, 2007: 78)
Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air. Oksigen terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi. Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10% (Anonim, 2009: 1).
Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan lain-lain. Konsentrasi oksigen yang rendah dapat menimbulkan anorexia, stress, dan kematian pada ikan. Bila dalam suatu kolam kandungan oksigen terlarut sama dengan atau lebih besar dari 5 mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berjalan dengan baik. Pada perairan yang mengandung deterjen, suplai oksigen dari udara akan sangat lambat sehingga oksigen dalam air sangat sedikit. Oksigen terlarut adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu liter air (ppt). Oksigen terlarut umumnya berasal dari difusi udara melalui permukaan air, aliran air masuk, air hujan, dan hasil dari proses fotosintesis plankton atau tumbuhan air (Hutabarat dan Evans, 2006: 67).
Oksigen terlarut merupakan parameter penting karena dapat digunakan untuk mengetahui gerakan masssa air serta merupakan indikator yang peka bagi proses-proses kimia dan biologi . Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dam limbah (effluent) yang masuk ke badan air. Selain itu, kelarutan oksigen dan gas-gas lain berkurang dengan meningkatnya salinitas sehingga kadar oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di perairan tawar. Peningkatan suhu sebesar 1oC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik tergantung spesies, ukuran, jumlah pakan yang dimakan, aktivitas, suhu, dan lain-lain. Konsentrasi oksigen yang rendah dapat menimbulkan anorexia, stress, dan kematian pada ikan. Bila dalam suatu kolam kandungan oksigen terlarut sama dengan atau lebih besar dari 5 mg/l, maka proses reproduksi dan pertumbuhan ikan akan berjalan dengan baik. Pada perairan yang mengandung deterjen, suplai oksigen dari udara dalam air sangat sedikit (Illahude, 1999: 36).
Oksigen terlarut yang terkandung di dalam air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen diperlukan oleh semua mahluk yang hidup di air seperti ikan, udang, kerang dan hewan lainnya termasuk mikroorganisme seperti bakteri. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup inilah beberapa manfaatnya, untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik, sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas, hasil fotosintesis organisme yang hidup (Mulyanto, 2009: 2).
Oksigen juga memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Selain itu, oksigen juga menentukan khan biologis yang dilakukan oleh organisme aerobik atau anaerobik. Dalam kondisi aerobik, peranan oksigen adalah untuk mengoksidasi bahan organik dan anorganik dengan hasil akhirnya adalah nutrien yang pada akhirnya dapat memberikan kesuburan perairan. Dalam kondisi anaerobik, oksigen yang dihasilkan akan mereduksi senyawa-senyawa kimia menjadi lebih sederhana dalam bentuk nutrien dan gas. Karena proses oksidasi dan reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat penting untuk membantu mengurangi beban pencemaran pada perairan secara alami maupun secara perlakuan aerobik yang ditujukan untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga (Nontji, 2002: 93).
Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya. Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa, air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut (Anonim, 2009:1).
Kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Nontji, 2002: 93).
Oksigen dan karbondioksida yang terlarut di air laut mempunyai arti penting dalam  emtabolisme. Kelarutan gas – gas dalam air laut adalah suatu fungsi dari suhu, makin rendah suhu makin besar kelarutannya. Oleh karena itu  makin dingin suatu badan air, makin banyak oksigen yang dapat diakndungnya. Kelarutan gas di dalam air tidak begitu besar. Pada permukaan air laut hingga kedalaman 10 – 20 meter kandungan oksigen memperlihatkan jumlah yang maksimum karena kegiatan fotosintesis tumbuh – tumbuhan dan difusi oksigen dari atmosfer sedangkan di lapisan dalam sumber O2 berasal dari Singking Water dari daerah kutub (Hutabarat dan Evans, 2006: 68).
Pada lapisan permukaan, konsentrasi permukaan, konsentrasi O2  tinggi karena dari suplai dari proses fotosintesi dan difusi O2 dari atmosfer. Sebaliknya konsentrasi CO­2 kecil dari lapisan karena banyak digunakan oleh tanaman (phytoplankton) untuk fotosintesis (Supangat, 2000: 57).
Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme. Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 %. KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut. Agar ikan dapat hidup, air harus mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million) (Illahude, 1999: 37).
Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati. Lalu apakah penyebab bau busuk dari air yang tercemar? Bau busuk ini berasal dari gas NH3 dan H2S yang merupakan hasil proses penguraian bahan organik lanjutan oleh bakteri anaerob (Hutabarat dan Evans, 2006: 68).
Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaranair buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam dalam proses kelarutannya (Anonim, 2009: 2).
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar untuk rnencegah kontaminasi dari oksigen yang ada di udara bebas. Hal ini penting diperhatikan mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9 ppm pads suhu 20°C. Dalam perairan oksigen berperan dalam proses oksidasi den reduksi bahan kimia menjadi senyawa yang lebih sederhana sebagai nutrien yang sangat dibutuhkan organisme perairan. Sumber utama oksigen diperairan berasal dari proses difusi udara bebas dan hasil proses fotosintesis. Campuran heterogen adalah campuran jika komponen – komponen penyusunnya dapat dibedakan dan sifat masing – masing komponen masih tampak sedangkan campuran homogen adalah campuran yang tidak dapat dibedakan satu dengan lainnya, tetapi sifat masing – masing komponen penyusunnya masih tampak Untuk mengetahui kualitas suatu perairan, parameter oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biokimia (BOD) memegang peranan penting (Hutabarat dan Evans, 2006: 67).

BAB IV
PEMBAHASAN
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya.
Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar  bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan  atmosfir. Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan,  oksigen juga diperlukan dalam proses dekomposisi senyawa-senyawa organik  menjadi senyawa anorgani.
Bila terjadi kelebihan atau kekurangan oksigen terlarut dapat dilakukan beberapa cara. Cara untuk menanggulangi jika kelebihan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara menaikkan suhu atau temperatur air, dimana jika temperatur naik maka kadar oksigen terlarut akan menurun. Yang kedua yaitu menambah kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka semakin kadar oksigen terlarut akan menurun karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan – bahan organik  dan anorganik.
Sementara itu, cara untuk menanggulangi jika kekurangan kadar oksigen terlarut adalah dengan cara menurunkan suhu atau temperatur air, dimana jika temperatur turun maka kadar oksigen terlarut akan naik. Lalu mengurangi kedalaman air, dimana semakin dalam air tersebut maka kadar oksigen terlarut akan semakin naik karena proses fotosintesis semakin meningkat. Yang ketiga adalah mengurangi bahan – bahan organik dalam air, karena jika banyak terdapat bahan organik dalam air maka kadar oksigen terlarutnya rendah. Serta yang terakhir diusahakan agar air tersebut mengalir.
Sumber oksigen terlarut terutama berasal dari difusi  oksigen yang terdapat di atmosfer. Difusi oksigen ke dalam air terjadi secara  langsung pada kondisi stagnant (diam) atau karena agitasi (pergolakan massa air) akibat adanya gelombang atau angin
BOD digunakan untuk mengetahui banyaknya zat anorganik yang terkandung dalam air limbah. Makin banyak zat organik, makin tinggi BOD-nya. Nilai BOD dipengaruhi oleh suhu, cahaya, matahari, pertumbuhan biologik, gerakan air dan kadar oksigen. BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara tidak langsung BOD selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air.
Karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut.
COD merupakan jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2,Cr2,O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organic tersebut akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom.


BAB V
KESIMPULAN
1.      Oksigen merupakan salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar  bervariasi yang dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan  atmosfir.
2.      Semakin dalam air tersebut maka kadar oksigen terlarut akan semakin naik.
3.      BOD merupakan kadar oksigen yang dibutuhkan suatu organisme untuk melangsungkan aktivitas biologisnya.
4.      COD merupakan jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air.

5.      Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD. http://biarkanakumenulis.blogspot.com/2009/10/oksigen-terlarut-do-dan -kebutuhan.html. Diakses tanggal 22/10/2011 pukul 20.00
Aria, Perwira. 2009. Oksigen Terlarut. http://www.perwira-aria.blogspot.com/. Diakes tanggal 22/10/2011 pukul 20.00 WIB
Fauziah, Ima. 2010. Oksigen Terlarut. http://www.ima-fauziah.wordpress.com/. Diakses tanggal 22/10/2011 pukul 20.00 WIB
Hutabarat, sahala dan Stewart M. Evans. 2006. Pengantar Oseanografi. Universitas  Indonesia: Jakarta.
Illahude, A.Gani. 1999. Pengantar Oseanografi Fisika. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: Jakarta.
Nontji, Anugerah. 2002. Laut Nusantara. Djambatan: Jakarta.

Supangat,Agus. 2000. Pengantar Oseanografi. Institute Teknologi Bandung: Bandung.

1 Okt 2013

laporan densitas praktikum pengantar oseanografi

LAPORAN PRAKTIKUM PENGANTAR OSEANOGRAFI
DENSITAS AIR LAUT


          Oleh :
Nama               :           Ridho Anzari
Nim                 :           08101005026
Kelompok       :           II (dua)
                                          

LABORATORIUM OSEANOGRAFI
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³) tersedia di bumi. Air laut memiliki kadar garam rata-rata 3,5%. Artinya dalam 1 liter (1000 mL) air laut terdapat 35 gram garam. Air di laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Walaupun kebanyakan air laut di dunia memiliki kadar garam sekitar 3,5 %, air laut juga berbeda-beda kandungan garamnya. Yang paling tawar adalah di timur Teluk Finlandia dan di utara Teluk Bothnia, keduanya bagian dari Laut Baltik. Yang paling asin adalah di Laut Merah, di mana suhu tinggi dan sirkulasi terbatas membuat penguapan tinggi dan sedikit masukan air dari sungai-sungai. Kadar garam di beberapa danau dapat lebih tinggi lagi. Air laut memiliki kadar garam karena bumi dipenuhi dengan garam mineral yang terdapat di dalam batu-batuan dan tanah. Contohnya natrium, kalium, kalsium, dll. Ombak laut yang memukul pantai juga dapat menghasilkan garam yang terdapat pada batu-batuan. Lama-kelamaan air laut menjadi asin karena banyak mengandung garam            (Anonim, 2011).
Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni. Laut, menurut sejarahnya, terbentuk 4,4 milyar tahun yang lalu, dimana awalnya bersifat sangat asam dengan air yang mendidih karena panasnya Bumi pada saat itu. Asamnya air laut terjadi karena saat itu atmosfer Bumi dipenuhi oleh karbon dioksida. Keasaman air inilah yang menyebabkan tingginya pelapukan dan menyebabkan air laut menjadi asin seperti sekarang ini. Pada saat itu, gelombang tsunami sering terjadi karena seringnya asteroid menghantam Bumi. Menurut para ahli, awal mula laut terdiri dari berbagai versi; salah satu versi yang cukup terkenal adalah bahwa pada saat itu Bumi mulai mendingin akibat mulai berkurangnya aktivitas vulkanik, disamping itu atmosfer bumi pada saat itu tertutup oleh debu-debu vulkanik yang mengakibatkan terhalangnya sinar Matahari untuk masuk ke Bumi. Akibatnya, uap air di atmosfer mulai terkondensasi dan terbentuklah hujan (Potter, 2009).
Dengan lambat laun jumlah karbon dioksida yang ada di atmosfer mulai berkurang akibat terlarut dalam air laut dan bereaksi dengan ion karbonat membentuk kalsium karbonat. Akibatnya, langit mulai menjadi cerah sehingga sinar Matahari dapat kembali masuk menyinari Bumi dan mengakibatkan terjadinya proses penguapan sehingga volume air laut di Bumi juga mengalami pengurangan dan bagian-bagian di Bumi yang awalnya terendam air mulai kering. Proses pelapukan batuan terus berlanjut akibat hujan yang terjadi dan terbawa ke lautan, menyebabkan air laut semakin asin. Pada 3,8 milyar tahun yang lalu, planet Bumi mulai terlihat biru karena laut yang sudah terbentuk tersebut. Suhu bumi semakin dingin karena air di laut berperan dalam menyerap energi panas yang ada, namun pada saat itu diperkirakan belum ada bentuk kehidupan di bumi (Anonim, 2011).
1.2  Tujuan
1.      Mengetahui alat-alat yang digunakan untuk mengukur densitas air laut dan diagram T-S
2.      Mampu membuat diagram T-S
3.      Mampu menggambarkan garis-garis isopicnal pada diagram T-S
1.3  Manfaat
1.      Mampu menggunakan alat-alat yang digunakan pada pengukuran densitas.     
2.      Dapat menggambarkan garis-garis pada diagram T - S dengan baik.
3.      Memahami metode pengukuran densitas.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Posisi obyek di dalam air, materi2 di dalam dan di atas permukaan laut dan posisi dari massa air tersebut ditentukan sebagai densitas. obyek yang tebal akan terbenam di bawah obyek yang sedikit tebal. Perubahan volume dapat mengubah densitas. Contohnya jika temperature air meningkat air akan berpindah lebih cepat dan dan akan menempati volume yang lebih besar dan densitas akan menurun. Dan jika air tersebut dingin, perpindahan partikel akan menurun dan volume juga akan menurun sehingga densitas air akan meningkat. Hal ini juga akan sangat mungkin dalam mengubah massa air dengan melarutkan materi - materi di dalamnya. Materi - materi yang dilarutkan memberikan kuantitas massa yang besar sehingga densitas tinggi.  Sejak densitas ditetapkan sebagai obyek yang menduduki posisi yang menentukan, massa air yang tinggi akan selalu berpindah ke dalam dan terbenam di bawah densitas yang lebih rendah. Dalam pengaruh densitas yang berbeda merupakan faktor kontrol arus yang berpindah di bawah permukaan laut (Potter, 2009).
Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah ρ (rho). Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut :
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional. Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3 dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam Persamaan Keadaan Internasional. Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3. Para oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas rata-rata air laut adalah σt = 25. Aturan praktis yang dapat kita gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan nilai yang sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman 50 m (Setiawan, 2005).
Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas. S < 24.7 : air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.
S > 24.7 : konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum tercapai. Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara adiabatis ke level tekanan referensi (Eka, 2005).
Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh  salinitas, temperatur, dan tekanan. Pada umumnya nilai densitas (berkisar antara 1,02 - 1,07 gr/cm3) akan bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperature. Perubahan densitas dapat disebabkan oleh proses-proses : Evaporasi di permukaan laut. Massa air pada kedalaman < 100 m sangat dipengaruhi oleh angin dan  gelombang, sehingga besarnya densitas relatif homogen. Di bawah lapisan ini terjadi perubahan temperatur yang cukup besar (Thermocline) dan juga salinitas (Halocline), sehingga menghasilkan pola perubahan densitas yang cukup besar (Pynocline). Di bawah Pynocline hingga ke dasar laut mempunyai densitas yang lebih padat. Stabilitas air laut dipengaruhi oleh perbedaan densitasnya, yang disebut dengan Sirkulasi Densitas atau Thermohaline. Dalam kegiatan pemeruman (pengukuran kedalaman dengan alat Echosounder),  salinitas dan temperatur yang diperoleh dari pengukuran pada interval kedalaman tertentu sangat berguna untuk menentukan : Cepat rambat gelombang akustik. Menentukan pembelokan arah perambatan gelombang akustik (refraksi) (Setiawan, 2005).
Umumnya ada hubungan tak lansung antara suhu dan densitas, karena adanya ganguan atom-atom dalam molekul air. Kenaikan sushu menurunkan densitas air laut dan menambah daya larut air laut. Air murni dapat beku pada suhu 0 derajat Celsius, karena ada pengaruh dari densitas dan salinitas air laut masih dapat cair pada suhu 0 derajat Celsius. Pada permukaan air laut membeku pada suhu -1,9 derajat Celsius. Kapasitas menahan panas air laut dari air laut dan sirkulasi massa air laut menjadikan laut sebagai pompa panas raksasa. Panas dari matahari akan menghangatkan pada permukaan lintang rendah di bumi. Oleh sirkulasi permukaan air laut akan mengngkut panas ke lintang yang tinggi yang seharusnya dingin akan menjadi panas seperti daerah eropa. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli menyatakan posisi Indonesia merupakan posisi penentu dalam mengontrol iklim global dan dunia yang bersumber pada arus lintas Indonesia dari samudera pasifik menuju samudera hindia dan atlantik (Imran, 2009).
Arus densitas merupakan arus yang timbul akibat adanya gradien densitas dalam arah horizontal. Gradien densitas horizontal terbentuk oleh variasi salinitas, suhu atau kandungan sedimen. Arus densitas ini umumnya terjadi didaerah pantai dan estuari dimana terdapat fluks air tawar ke arah laut. Fluks air tawar ini akan mengakibatkan adanya variasi atau gradien densitas dalam arah horizontal yang bertambah besar ke arah laut. Gradien densitas horizontal ini mengakibatkan gradien tekanan horizonal yang akhirnya menimbulkan arus densitas. Didalam arus densitas di estuari terjadi keseimbangan antara gradien tekanan dan gesekan internal, sementara didalam arus densitas di daerah pantai terjadi keseimbangan antara gradien tekanan, gesekan internal, dan gaya coriolis. Terdapat 5 tipe arus densitas sebagai berikut : Arus densitas akibat discharge / debit sungai. Arus densitas akibat suplai bouyancy dari laut lepas. Arus densitas akibat input bouyancy dari sungai dan laut lepas. Arus densitas akibat efek akumulasi panas karena kondisi topografi perairan. Arus densitas akibat distribusi horizontal dari difusivitas vertical (Eka, 2005).
Seperti halnya pada temperatur, pada densitas juga dikenal parameter densitas potensial yang didefinisikan sebagai densitas parsel air laut yang dibawa secara adiabatis ke level tekanan referensi. Temperatur air merupakan factor lain yang sangat penting dalam distribusi organisme lautan. Beberapa organisme mampu beradaptasi dengan variasi suhu yang besar. Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur dan temperatur potensial. Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik (Imran, 2009).
Temperatur air laut di permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2oC s.d. 35oC. Tekanan di dalam laut akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Sebuah parsel air yang bergerak dari satu level tekanan ke level tekanan yang lain akan mengalami penekanan (kompresi) atau pengembangan (ekspansi). Jika parsel air mengalamai penekanan secara adiabatis (tanpa terjadi pertukaran energi panas), maka temperaturnya akan bertambah. Sebaliknya, jika parsel air mengalami pengembangan (juga secara adiabatis), maka temperaturnya akan berkurang. Perubahan temperatur yang terjadi akibat penekanan dan pengembangan ini bukanlah nilai yang ingin kita cari, karena di dalamnya tidak terjadi perubahan kandungan energi panas. Untuk itu, jika kita ingin membandingkan temperatur air pada suatu level tekanan dengan level tekanan lainnya, efek penekanan dan pengembangan adiabatik harus dihilangkan (Eka, 2005).
Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K. Seperti telah disebutkan di atas, temperatur menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur dihubungkan melalui energi panas spesifik.  Energi panas persatuan volume dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus :
Q = densitas * energi panas spesifik * temperatur (temperatur dalam satuan Kelvin).
Jika tekanan tidak sama dengan nol, perhitungan energi panas di lautan harus menggunakan temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule. Jadi, densitas berpengaruh terhadap perubahan temperature karena saat perubahan suhu terjadi, akan terjadi perubahan volume yang mengakibatkan perubahan densitas. Perubahan temperature yang terjadi merupakan perubahan temperature adiabatic (tanpa pertukaran energy panas) karena sesungguhnya, perubahan temperature yang terjadi tidak terlalu signifikan sehingga tidak terjadi pertukaran energy panas. Tetapi perubahan tersebut cukup berpengaruh kepada nilai densitas yang ada (Potter, 2009).
Arus densitas merupakan arus yang timbul akibat adanya gradien densitas dalam arah horizontal. Gradien densitas horizontal terbentuk oleh variasi salinitas, suhu atau kandungan sedimen. Arus densitas ini umumnya terjadi didaerah pantai dan estuari dimana terdapat fluks air tawar ke arah laut. Fluks air tawar ini akan mengakibatkan adanya variasi atau gradien densitas dalam arah horizontal yang bertambah besar ke arah laut. Gradien densitas horizontal ini mengakibatkan gradien tekanan horizonal yang akhirnya menimbulkan arus densitas. Didalam arus densitas di estuari terjadi keseimbangan antara gradien tekanan dan gesekan internal (gesekan viskos), sementara didalam arus densitas di daerah pantai terjadi keseimbangan antara gradien tekanan, gesekan internal, dan gaya coriolis atau hanya keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis (gesekan internal diabaikan) (Setiawan, 2005)
Arus densitas akibat debit sungai terbentuk di daerah estuari (daerah muara sungai dimana terjadi pengenceran air laut oleh air sungai). Aliran air tawar dari hulu mengakibatkan terbentuknya gradien horizontal dari densitas yang bertambah besar ke arah laut. Gradien horizontal dari densitas ini mengakibatkan sirkulasi estuari di mana air tawar mengalir di lapisan permukaan kearah muara (laut) dan air asin mengalir dilapisan bawah (dalam) ke arah hulu. Arus kearah hulu di lapisan bawah timbul akibat muka air yang tinggi di lepas pantai dibandingkan di muara (saat pasang) (Eka, 2005).
Air di perairan pantai lebih berat dari pada air di lepas pantai karena suhu air di pantai lebih rendah daripada di lepas pantai. Muka air di pantai lebih rendah daripada di lepas pantai atau terbentuk slope muka air yang naik ke arah lepas pantai.Pada kondisi normal, akibat keseimbangan gaya gradien tekanan karena adanya slope dan coriolis akan terbentuk arus yang bergerak sejajar pantai. Bila keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis ini terganggu maka timbul gerakan arus yang hangat dari arah lepas pantai ke arah pantai akibat slope muka laut yang tinggi di lepas pantai daripada di pantai. Gerakan massa air yang ringan dan hangat dari lepas pantai menuju pantai ini adalah arus densitas. Di Jepang, arus hangat yang bergerak dari lepas pantai ke arah pantai disebut “kyucho”; (kyu=kuat, cho=arus) (Imran, 2009).
Daerah pantai mendapat input air tawar dari sungai (input bouyancy dari sungai). Di lepas pantai, terdapat juga input bouyancy akibat pecampuran dengan massa air yang lebih hangat dari laut lepas. Pada musim dingin di mana terjadi pendinginan yang besar di permukaan, air yang berada di daerah pertengahan (central) yang kurang asin menjadi sangat berat dan turun ke lapisan dalam. Massa air di perairan pantai tidak dapat turun (sinking) akibat pendinginan karena mendapat suplai air tawar dari sungai. Jadi, ia tidak cukup berat untuk turun ke lapisan dalam. Air yang di lepas pantai juga tidak cukup dingin(berat) untuk tenggelam ke lapisan dalam karena adanya percampuran dengan air laut lepas yang hangat (input bouyancy dari laut lepas). Jadi, pada saat terjadinya pendinginan di permukaan waktu musim dingin air di daerah central menjadi cukup berat untuk turun ke lapisan dalam membentuk “front thermohaline” (Gambar 3). Di daerah central terbentuk daerah konvergensi (pertemuan massa air perairan pantai dan massa air lepas pantai) yang diikuti oleh sinking water ke lapisan dalam. Turunnya (sinking ) air di daerah konvergensi diperkuat oleh efek cabeling. Proses cabeling adalah percampuran 2 massa air dengan densitas yang sama tetapi temperatur dan salinitasnya berbeda membentuk massa air yang baru dengan densitas yang lebih berat dan kemudian turun ke lapisan dalam. Dalam kasus ini dua massa air (pantai dan lepas pantai) dengan densitas yang sama tetapi temperatur dan salinitasnya berbeda, bercampur di front thermohaline membentuk massa air baru yang densitasnya lebih besar dan turun ke lapisan dalam (Potter, 2009).
Perbedaan kapasitas panas akibat slope dasar perairan dapat menimbulkan gradien temperatur dalam arah horizontal yang kemudian memicu timbulnya arus densitas karena adanya gradien horizontal dari densitas. Pada skala kecil diperairan pantai yang dangkal dimana efek coriolis dapat diabaikan, proses pemanasan pada musim panas dan pendinginan pada musim dingin dapat menimbulkan arus densitas yang arahya berlawanan. Pada musim panas, air didekat pantai karena lebih dangkal, akan lebih hangat dari pada air dilepas pantai, sehingga muka air di pantai lebih tinggi dari pada muka air di lepas pantai. Akibatnya terbentuk arus densitas yang bergerak ke lepas pantai di lapisan permukaan, dan kekosongan massa di dekat pantai akan diisi oleh air dingin dari lapisan dalam (Setiawan, 2009).




BAB III
METODOLOGI
1.1  Waktu Dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari senin,  tanggal 17 oktober 2011. pukul 13.30 samapai dengan selesai. Bertempat dilaboratorium oseanografi, jurusan ilmu kelautan Fakultas MIPA, Universitas Sriwijaya  Inderalaya.

1.2  Alat Dan Bahan
a.       Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah : kalkulator, penggaris, dan pensil.
b.      Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas millimeter block.

1.3  Cara Kerja

Gambarkan diagram T-S suatu perairan menggunakan kertas mm block
 
 









                                                                                BAB IV
PEMBAHASAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan diketahui bahwa densitas merupakan kerapatan massa jenis air. Densitas selalu berhubungan dengan suhu,tekanan dan salinitas. Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. densitas berpengaruh terhadap perubahan temperature karena saat perubahan suhu terjadi, akan terjadi perubahan volume yang mengakibatkan perubahan densitas. Perubahan temperature yang terjadi merupakan perubahan temperature adiabatic (tanpa pertukaran energy panas) karena sesungguhnya, perubahan temperature yang terjadi tidak terlalu signifikan sehingga tidak terjadi pertukaran energy panas.
Sejak densitas ditetapkan sebagai obyek yang menduduki posisi yang menentukan, massa air yang tinggi akan selalu berpindah ke dalam dan terbenam di bawah densitas yang lebih rendah. Dalam pengaruh densitas yang berbeda merupakan faktor kontrol arus yang berpindah di bawah permukaan laut.  Umumnya ada hubungan tak lansung antara suhu dan densitas, karena adanya ganguan atom-atom dalam molekul air. Kenaikan suhu menurunkan densitas air laut dan menambah daya larut air laut. Air murni dapat beku pada suhu 0 derajat Celsius, karena ada pengaruh dari densitas dan salinitas air laut masih dapat cair pada suhu 0 derajat Celsius. Pada permukaan air laut membeku pada suhu -1,9 derajat Celsius. Kapasitas menahan panas air laut dari air laut dan sirkulasi massa air laut menjadikan laut sebagai pompa panas raksasa. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas, tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.
Densitas merupakan fungsi langsung dari kedalaman laut, serta dipengaruhi juga oleh salinitas, temperatur, dan tekanan. Densitas air laut merupakan jumlah massa air laut per satu satuan volume. Pada umumnya nilai densitas akan bertambah sesuai dengan bertambahnya salinitas dan tekanan serta berkurangnya temperatur.
Berdasarkan parameter yang mempengaruhi densitas antara suhu, salinitas dan tekanan, yang paling mempengaruhi densitas adalah tekanan. Jika densitas di suatu perairan naik atau tinggi maka suhu di perairan tersebut akan turun. Densitas maksimal terjadi pada suhu antara    39,80C - 400C. Tapi sebaliknya dengan salinitas dan tekanan di daerah perairan tersebut. Tekanan dan salinitasnya naik. Jadi pada intinya adalah densitas berbanding terbalik dengan suhu tetapi berbanding lurus dengan salinitas dan tekanan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi densitas adalah suhu, salinitas dan tekanan. Dan dari faktor-faktor yang mempengaruhi densitas tersebut, faktor tekanan lah yang paling berpengaruh terhadap nilai densitas di suatu perairan. Jadi jika disuatu perairan tekanannya berubah maka densitasnyapun pasti berubah.
Distribusi densitas dalam perairan dapat dilihat melalui stratifikasi densitas secara vertikal di dalam kolom perairan, dan perbedaan secara horisontal yang disebabkan oleh arus. Distribusi densitas berhubungan dengan karakter arus dan daya tenggelam suatu massa air yang berdensitas tinggi pada lapisan permukaan ke kedalaman tertentu. Densitas permukaan laut berkurang karena ada pemanasan, presipitasi, run off dari daratan serta meningkat jika terjadi evaporasi dan menurunnya suhu permukaan.
Sebaran densitas secara vertikal ditentukan oleh proses percampuran dan pengangkatan massa air. Penyebab utama dari proses tersebut adalah tiupan angin yang kuat. Pada tingkat kepercayaan 95 % terlihat adanya hubungan yang positif antara densitas dan suhu dengan kecepatan angin, dimana ada kecenderungan meningkatnya kedalaman lapisan tercampur akibat tiupan angin yang sangat kuat. Secara umum densitas meningkat dengan meningkatnya salinitas, tekanan atau kedalaman, dan menurunnya suhu.
Pada intinya adalah distribusi denstitas ada dua yaitu secara vertikal dan horisontal. Jika vertikal pengaruh denstitas terhadap temperatur/suhu dan salinitas juga tekanan. Bisa ditandai dengan sebuah grafik, dimana tersebut garisnya berada pada posisi vertikal, garisnya dari atas ke bawah.



BAB V
KESIMPULAN
1.      Alat pengukur densitas yaitu hand refractometer dan CTD
2.      Diagram T-S merupakan salah satu metode untuk mengetahui massa air laut berdasarkan suhu dan salinitas.
3.      Isopicnal merupakan garis imajiner yang menghubungkan densitas yang sama.
4.      Densitas sangat dipengaruhi oleh suhu, salinitas, dan tekanan.
5.      Distribusi denstitas ada dua yaitu secara vertikal dan horizontal.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Lauthttp://id.wikipedia.org. Diakses pada tanggal 14 oktober 2011 pukul 20.0 WIB.
Eka, Djunarsjah. 2005. Sifat fisik air laut. http://sudomo-gis.com.  Diakses pada tanggal 14 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB.
Imran, Ali. 2009. Suhu dan densitas air laut. http://adharikunae.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB.
Potter, Yudo. Densitas Air Laut. http://oseanografi.blogspot.com. Diakses tanggal 14 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB

Setiawan, Agus. 2005. Densitas Laut. http://oseanografi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2011 pukul 20.00 WIB